Shoppe Mall Shoppe Mall Shoppe Mall

Harry Kane Tolak MU Demi Trofi: Bayern Jadi Pelabuhan Impian

Shoppe Mall

Mengapa Harry Kane Menolak MU dan Memilih Bayern? Ketika Gelar Bicara Lebih Keras dari Popularitas

iNews Bukittinggi- Musim panas 2023 menjadi babak baru dalam karier panjang dan penuh teka-teki Harry Kane. Setelah bertahun-tahun menjadi jantung serangan Tottenham Hotspur, sang striker akhirnya mengemasi sepatu emasnya. Tapi bukan ke Manchester United—klub yang telah lama mengidolakannya—melainkan ke Bayern Munchen.

Kepindahan ini sempat mengundang banyak pertanyaan. Mengapa Kane, yang selama ini bermain di Premier League, justru memilih pergi ke Bundesliga? Terlebih saat Manchester United sedang dalam fase kebangkitan di bawah Erik ten Hag. Tapi jika kita melihat perjalanan kariernya hingga kini, satu hal jadi jelas: bagi Kane, trofi jauh lebih penting daripada panggung glamor.

Shoppe Mall
Harry Kane Tolak MU Demi Trofi: Bayern Jadi Pelabuhan Impian
Harry Kane Tolak MU Demi Trofi: Bayern Jadi Pelabuhan Impian

Baca Juga : Kota Bukittinggi Bangun Perpustakaan Modern Rp10 Miliar, Jadi Ikon Literasi Baru


MU dan Kane: Saling Suka Tapi Tak Satu Tujuan

Sejak Erik ten Hag datang ke Old Trafford pada 2022, Kane telah masuk radar utama sang manajer. Gaya bermainnya yang fleksibel, produktivitas gol yang tinggi, serta kemampuannya menjadi pemimpin di lapangan membuatnya menjadi target ideal.

Namun, pada saat itu, Kane masih punya misi pribadi—memecahkan rekor gol Jimmy Greaves di Tottenham. Ia belum siap meninggalkan klub yang sudah membesarkan namanya. Ketika rekor itu akhirnya pecah pada awal 2023, barulah Kane mulai membuka peluang untuk pindah.

MU pun kembali datang dengan tawaran baru, namun kali ini harus bersaing dengan klub yang jauh lebih “lapar trofi”: Bayern Munchen.


Kenapa Bukan Manchester United?

Secara realistis, Manchester United memang mulai menunjukkan peningkatan. Mereka menjuarai Carabao Cup, menembus final FA Cup, dan mengakhiri musim 2022/2023 di posisi ketiga Premier League. Namun bagi Kane, semua itu belum cukup meyakinkan.

United masih dalam proses membangun pondasi tim baru. Skuadnya inkonsisten, dan gelar-gelar besar masih menjadi mimpi yang belum nyata. Dalam sebuah laporan eksklusif The Mirror, Kane disebut ragu karena merasa MU belum mencapai level yang ia cari—yakni tim yang sudah siap menjadi juara, bukan hanya bersaing.

Di sisi lain, Bayern datang dengan rekam jejak prestasi yang nyata. Mereka adalah penguasa Jerman, raksasa Eropa, dan tim yang bisa menjamin peluang angkat trofi sejak hari pertama.


PSG Sempat Goda Kane, Tapi Gagal Meyakinkan

Satu lagi nama besar sempat masuk radar—Paris Saint-Germain. Klub ibu kota Prancis itu tengah mencari ikon baru seiring kepergian Lionel Messi dan Neymar. Kane dianggap cocok untuk menjadi wajah baru proyek mereka.

Namun, Kane tak tertarik pada proyek besar dengan risiko tinggi. Ligue 1 juga bukan liga yang dianggap kompetitif secara historis seperti Premier League atau Bundesliga. PSG boleh menawarkan gaji tinggi, tapi bukan tantangan yang ia cari.

Dan yang paling penting: Tottenham menolak keras menjual Kane ke sesama klub Inggris. Maka pintu ke Manchester United pun benar-benar tertutup.


Bayern Munchen: Keputusan Tepat, Trofi Didapat

Setelah memilih Bayern Munchen, Kane langsung menjawab semua keraguan dengan performa cemerlang. Di musim pertamanya, ia menjadi top skor Bundesliga dan mencetak gol di berbagai ajang, dari liga domestik hingga Liga Champions.

Pada musim keduanya, ia akhirnya meraih gelar Bundesliga yang selama ini ia impikan. Penantian panjangnya pun berakhir. Kini, Harry Kane bukan hanya mesin gol, tetapi seorang pemimpin juara di klub yang menaruh kepercayaan penuh padanya.


Ketika Trofi Lebih Kuat dari Romantisme Premier League

Kisah Kane dan Manchester United adalah cerminan dari dunia sepak bola modern. Kadang, “cinta lama” tak cukup untuk bertahan. Ambisi, visi jangka panjang, dan peluang nyata untuk sukses menjadi faktor penentu keputusan pemain kelas dunia.

Kini, Kane telah membuktikan bahwa ia bisa bersinar di luar Inggris. Ia telah menulis bab baru dalam kariernya—dengan tinta emas dan gelar juara.

Dan mungkin, itu semua dimulai ketika ia memilih mendengarkan suara trofi, bukan popularitas.

Shoppe Mall